Foto udara panel surya PLTS Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi.
Potensi energi surya di Indonesia mencapai 3.294 megawatt (MW). Sejalan dengan potensi itu, pemerintah menginisiasi proyek pembangkit listrik dari energi surya yang ada.
Salah satunya dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkonsep terapung (floating) di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat pada tahun 2021. Masa pengerjaan proyek bernilai USD 129 juta itu rampung Oktober 2023 dan dapat beroperasi saat awal tahun 2024.
Proyek Cirata Floating Photovoltaic (PV) Power Plant merupakan kerja sama PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBi) dengan anak usaha Mubadala Investment Company, Masdar. Masdar merupakan perusahaan EBT berbasis di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).
Keduanya membentuk konsorsium (perkongsian) bernama PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PSME), dengan komposisi saham PJBi sebanyak 51 persen dan Masdar mencapai 49 persen.
PLTS terapung yang menempati lahan seluas 200 hektare (ha) itu berkapasitas 192 Megawatt peak (MWp). PLTS terhubung dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata yang sudah ada sejak tahun 1988.
Keberadaan PLTS terapung sebagai sumber energi alternatif, ikut membantu menyediakan pasokan listrik sehingga tidak hanya berasal dari PLTA. Pasalnya, listrik dari PLTS terhubung langsung dengan jaringan sistem kelistrikan Jawa Madura Bali (Jamali) melalui Gardu Induk Cirata. Selama ini, PLTA menjadi pemain tunggal sebagai penopang saat sistem Jamali mencapai beban puncak (peak load).
Wakil Presiden Eksekutif Aneka Energi Terbarukan PLN, Zainal Arifin mengatakan, lokasi PLTA yang berdampingan dengan PLTS memberikan efek positif bagi keduanya. Yaitu mengurangi efek intermitensi atau terputus-putusnya produksi listrik PLTS akibat iklim atau cuaca dan radiasi atau sinar Matahari yang berpotensi mengganggu keandalan hingga suplai listrik.
”Karena intermittent, (listrik yang dihasilkan) kadang-kadang hilang. Namun, karena ada PLTA Cirata dan juga sama-sama di Gardu Induk Cirata, kendala intermitensinya bisa langsung diselesaikan di lokasi atau gardu yang sama. PLTA juga (jenis) pembangkit yang fleksibel naik-turun (listriknya). Jadi, tidak masalah,” ujar Zainal dikutip Kompas, Senin (18/09/2023).
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (ASEI), Fabby Tumiwa antusias karena PLTS Terapung Cirata bisa cepat selesai dari perkiraannya, awal tahun 2024. Menurutnya, proyek tersebut menstimulasi industri rancang bangun (Engineering Procurement Construction/EPC) dalam negeri.
Untuk diketahui, PT Utomo Juragan Atap Surya Indonesia (Utomo SolaRuv) sebagai perusahaan jasa solusi pemasangan PLTS yang juga anggota AESI menggandeng PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menggarap konstruksi PLTS terapung. Mulai dari pengintegrasian inverter, penyediaan energy storage system (ESS), dan pemasangan panel surya terapungnya (photovoltaic (PV) floater).
“Ini membuktikan bahwa EPC lokal punya kemampuan untuk membangun proyek skala besar seperti ini,” ujarnya dikutip dari Kontan.
PLTS terapung Cirata digadang-gadang mampu memasok listrik sebanyak 245 juta kilowatt-jam (KWh) per tahun atau setara untuk 50 ribu rumah tangga di wilayah Jawa dan Bali.
Lebih dari itu, proyek PLTS tersebut mampu mendorong peningkatan bauran pembangkit listrik EBT yang pada tahun 2022 masih 12,5 Gigawatt (GW) atau hanya 14,11 persen dari total kapasitas pembangkit listrik yang ada. Sementara targetnya, tahun 2025 kapasitas pembangkit listrik dari EBT bisa mencapai 45,2 GW atau sebesar 23 persen, sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030.
Populer
Berita Terbaru
Bergabunglah dengan kami hari ini dan mulailah membuat dampak positif di planet ini.
Transisi Energi Berkeadilan ID: Sebuah Wadah Pengetahuan Tentang Proses Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia